Kamis, 03 November 2011

Menjual Keperawanan...

Wanita itu berjalan agak ragu memasuki hotel berbintang lima . Sang
> petugas satpam yang berdiri di samping pintu hotel menangkap kecurigaan
> pada wanita itu. Tapi dia hanya memandang saja dengan awas ke arah
> langkah wanita itu yang kemudian mengambil tempat duduk di lounge yang
> agak di pojok.
>
> Petugas satpam itu memperhatikan sekian lama, ada sesuatu yang harus
> dicurigainya terhadap wanita itu. Karena dua kali waiter mendatanginya
> tapi, wanita itu hanya menggelengkan kepala. Mejanya masih kosong. Tak
> ada yang dipesan. Lantas untuk apa wanita itu duduk seorang diri. Adakah
> seseorang yang sedang ditunggunya. Petugas satpam itu mulai berpikir
> bahwa wanita itu bukanlah tipe wanita nakal yang biasa mencari mangsa di
> hotel ini. Usianya nampak belum terlalu dewasa. Tapi tak bisa dibilang
> anak-anak. Sekitar usia remaja yang t engah beranjak dewasa.
>
> Setelah sekian lama, akhirnya memaksa petugas satpam itu untuk mendekati
> meja wanita itu dan bertanya:
> '' Maaf, nona ... Apakah anda sedang menunggu seseorang? "
> '' Tidak! '' Jawab wanita itu sambil mengalihkan wajahnya ke tempat
> lain.
> '' Lantas untuk apa anda duduk di sini?"
> '' Apakah tidak boleh? '' Wanita itu mulai memandang ke arah sang
> petugas satpam..
> '' Maaf, Nona. Ini tempat berkelas dan hanya diperuntukan bagi orang
> yang ingin menikmati layanan kami.''
> '' Maksud, bapak? "
> '' Anda harus memesan sesuatu untuk bisa duduk disini ''
> '' Nanti saya akan pesan setelah saya ada uang. Tapi sekarang,
> izinkanlah saya duduk di sini untuk sesuatu yang akan saya jual '' Kata
> wanita itu dengan suara lambat.
> '' Jual? Apakah anda menjual sesuatu di sini? '' Petugas satpam itu
> memperhatikan wanita itu. Tak nampak ada barang yang akan dijual.
> Mungkin wanita ini adalah pramuniaga yang hanya membawa brosur.
> '' Ok, lah. Apapun yang akan anda jual, ini bukanlah tempat untuk
> berjualan. Mohon mengerti. ''
> '' Saya ingin menjual diri saya, '' Kata wanita itu dengan tegas sambil
> menatap dalam-dalam kearah petugas satpam itu.
> Petugas satpam itu terkesima sambil melihat ke kiri dan ke kanan. ''
> Mari ikut saya, '' Kata petugas satpam itu memberikan isyarat dengan
> tangannya.
> Wanita itu menangkap sesuatu tindakan kooperativ karena ada secuil
> senyum di wajah petugas satpam itu. Tanpa ragu wanita itu melangkah
> mengikuti petugas satpam itu.
> Di koridor hotel itu terdapat kursi yang hanya untuk satu orang. Di
> sebelahnya ada telepon antar ruangan yang tersedia khusus bagi
> pengunjung
> yang ingin menghubungi penghuni kamar di hotel ini.
> Di tempat inilah deal berlangsung.
> '' Apakah anda serius? ''
> '' Saya serius '' Jawab wanita itu tegas.
> '' Berapa tarif yang anda minta? ''
> '' Setinggi-tingginya. .' '
> '' Mengapa?" Petugas satpam itu terkejut sambil menatap wanita itu.
> '' Saya masih perawan ''
> '' Perawan? '' Sekarang petugas satpam itu benar-benar terperanjat. Tapi
> wajahnya berseri. Peluang emas untuk mendapatkan rezeki berlebih hari
> ini, pikirnya
> '' Bagaimana saya tahu anda masih perawan?''
> '' Gampang sekali. Semua pria dewasa tahu membedakan mana perawan dan
> mana bukan.. Ya kan ..''
> '' Kalau tidak terbukti? "
> '' Tidak usah bayar ...''
> '' Baiklah ...'' Petugas satpam itu menghela napas. Kemudian melirik ke
> kiri dan ke kanan.
> '' Saya akan membantu mendapatkan pria kaya yang ingin membeli
> keperawanan anda. ''
> '' Cobalah. ''
> '' Berapa tarif yang diminta? ''
> '' Setinggi-tingginya. ''
> '' Berapa? ''
> '' Setinggi-tingginya. Saya tidak tahu berapa? ''
> '' Baiklah. Saya akan tawarkan kepada tamu hotel ini. Tunggu sebentar
> ya.''
>
> Petugas satpam itu berlalu dari hadapan wanita itu. Tak berapa lama
> kemudian, petugas satpam itu datang lagi dengan wajah cerah.
> '' Saya sudah dapatkan seorang penawar. Dia minta Rp. 5 juta. Bagaimana?
> ''
> '' Tidak adakah yang lebih tinggi? ''
> '' Ini termasuk yang tertinggi, '' Petugas satpam itu mencoba
> meyakinkan.
> '' Saya ingin yang lebih tinggi...''
> '' Baiklah. Tunggu disini ...'' Petugas satpam itu berlalu. Tak berapa
> lama petugas satpam itu datang lagi dengan wajah lebih berseri.
> '' Saya dapatkan harga yang lebih tinggi. Rp. 6 juta rupiah. Bagaimana?
> ''
> '' Tidak adakah yang lebih tinggi? ''
> '' Nona, ini harga sangat pantas untuk anda. Cobalah bayangkan, bila
> anda diperkosa oleh pria, anda tidak akan mendapatkan apa apa. Atau
> andai perawan anda diambil oleh pacar anda, andapun tidak akan
> mendapatkan apa apa, kecuali janji. Dengan uang Rp. 6 juta anda akan
> menikmati layanan hotel berbintang untuk semalam dan keesokan paginya
> anda bisa melupakan semuanya dengan membawa uang banyak. Dan lagi, anda
> juga telah berbuat baik terhadap saya. Karena saya akan mendapatkan
> komisi dari transaksi ini dari tamu hotel. Adilkan.. Kita sama-sama butuh
> ... ''
> '' Saya ingin tawaran tertinggi ... '' Jawab wanita itu, tanpa peduli
> dengan celoteh petugas satpam itu.
> Petugas satpam itu terdiam. Namun tidak kehilangan semangat.
> '' Baiklah, saya akan carikan tamu lainnya. Tapi sebaiknya anda ikut
> saya. Tolong kancing baju anda disingkapkan sedikit.
> Agar ada sesuatu yang memancing mata orang untuk membeli. '' Kata
> petugas satpam itu dengan agak kesal.
> Wanita itu tak peduli dengan saran petugas satpam itu tapi tetap
> mengikuti langkah petugas satpam itu memasuki lift.
>
> Pintu kamar hotel itu terbuka. Dari dalam nampak pria bermata sipit agak
> berumur tersenyum menatap mereka berdua.
> '' Ini yang saya maksud, tuan. Apakah tuan berminat? " Kata petugas
> satpam itu dengan sopan.
> Pria bermata sipit itu menatap dengan seksama ke sekujur tubuh wanita
> itu ..
> '' Berapa? '' Tanya pria itu kepada Wanita itu.
> '' Setinggi-tingginya '' Jawab wanita itu dengan tegas.
> '' Berapa harga tertinggi yang sudah ditawar orang? '' Kata pria itu
> kepada sang petugas satpam.
> '' Rp.. 6 juta, tuan ''
> '' Kalau begitu saya berani dengan harga Rp. 7 juta untuk semalam. ''
> Wanita itu terdiam.
> Petugas satpam itu memandang ke arah wanita itu dan berharap ada jawaban
> bagus dari wanita itu.
> '' Bagaimana? '' tanya pria itu.
> ''Saya ingin lebih tinggi lagi ...'' Kata wanita itu.
> Petugas satpam itu tersenyum kecut.
> '' Bawa pergi wanita ini. '' Kata pria itu kepada petugas satpam sambil
> menutup pintu kamar dengan keras.
> '' Nona, anda telah membuat saya kesal. Apakah anda benar benar ingin
> menjual? ''
> '' Tentu! ''
> '' Kalau begitu mengapa anda menolak harga tertinggi itu ... ''
> '' Saya minta yang lebih tinggi lagi ...''
>
> Petugas satpam itu menghela napas panjang. Seakan menahan emosi. Dia pun
> tak ingin kesempatan ini hilang.
> Dicobanya untuk tetap membuat wanita itu merasa nyaman bersamanya.
> '' Kalau begitu, kamu tunggu di tempat tadi saja, ya. Saya akan mencoba
> mencari penawar yang lainnya. ''
> Di lobi hotel, petugas satpam itu berusaha memandang satu per satu pria
> yang ada. Berusaha mencari langganan yang biasa memesan wanita
> melaluinya.
> Sudah sekian lama, tak ada yang nampak dikenalnya. Namun, tak begitu
> jauh dari hadapannya ada seorang pria yang sedang berbicara lewat
> telepon genggamnya.
> '' Bukankah kemarin saya sudah kasih kamu uang 25 juta Rupiah. Apakah
> itu tidak cukup? " Terdengar suara pria itu berbicara. Wajah pria itu
> nampak masam seketika
> '' Datanglah kemari. Saya tunggu. Saya kangen kamu. Kan sudah seminggu
> lebih kita engga ketemu, ya sayang?! ''
>
> Kini petugas satpam itu tahu, bahwa pria itu sedang berbicara dengan
> wanita. Kemudian, dilihatnya, pria itu menutup teleponnya. Ada kekesalan
> di wajah pria itu. Dengan tenang, petugas satpam itu berkata kepada Pria
> itu:
> '' Pak, apakah anda butuh wanita ... ??? ''
> Pria itu menatap sekilas kearah petugas satpam dan kemudian memalingkan
> wajahnya.
> '' Ada wanita yang duduk disana, '' Petugas satpam itu menujuk kearah
> wanita tadi.
> Petugas satpam itu tak kehilangan akal untuk memanfaatkan peluang ini.
> "Dia masih perawan...''
> Pria itu mendekati petugas satpam itu.
> Wajah mereka hanya berjarak setengah meter. '' Benarkah itu? ''
> '' Benar, pak. ''
> '' Kalau begitu kenalkan saya dengan wanita itu ... ''
> '' Dengan senang hati. Tapi, pak ...Wanita itu minta harga setinggi
> tingginya.''
> '' Saya tidak peduli ... '' Pria itu menjawab dengan tegas.
> Pria itu menyalami hangat wanita itu.
> '' Bapak ini siap membayar berapapun yang kamu minta. Nah, sekarang
> seriuslah ....'' Kata petugas satpam itu dengan nada kesal.
> '' Mari kita bicara di kamar saja.'' Kata pria itu sambil menyisipkan
> uang kepada petugas satpam itu.
> Wanita itu mengikuti pria itu menuju kamarnya.
> Di dalam kamar ...
> '' Beritahu berapa harga yang kamu minta? ''
> '' Seharga untuk kesembuhan ibu saya dari penyakit ''
> '' Maksud kamu? ''
> '' Saya ingin menjual satu satunya harta dan kehormatan saya untuk
> kesembuhan ibu saya. Itulah cara saya berterima kasih .... ''
> '' Hanya itu ...''
> '' Ya ...! ''
>
> Pria itu memperhatikan wajah wanita itu. Nampak terlalu muda untuk
> menjual kehormatannya. Wanita ini tidak menjual cintanya. Tidak pula
> menjual penderitaannya. Tidak! Dia hanya ingin tampil sebagai petarung
> gagah berani di tengah kehidupan sosial yang tak lagi gratis. Pria ini
> sadar, bahwa di hadapannya ada sesuatu kehormatan yang tak ternilai.
> Melebihi dari kehormatan sebuah perawan bagi wanita. Yaitu keteguhan
> untuk sebuah pengorbanan tanpa ada rasa sesal. Wanta ini tidak melawan
> gelombang laut melainkan ikut kemana gelombang membawa dia pergi. Ada
> kepasrahan diatas keyakinan tak tertandingi. Bahwa kehormatan akan
> selalu bernilai dan dibeli oleh orang terhormat pula dengan cara-cara
> terhormat.
> '' Siapa nama kamu? ''
> '' Itu tidak penting. Sebutkanlah harga yang bisa bapak bayar ... ''
> Kata wanita itu
> '' Saya tak bisa menyebutkan harganya. Karena kamu bukanlah sesuatu yang
> pantas ditawar. ''
> ''Kalau begitu, tidak ada kesepakatan! ''
> '' Ada ! " Kata pria itu seketika.
> '' Sebutkan! ''
> '' Saya membayar keberanianmu. Itulah yang dapat saya beli dari kamu.
> Terimalah uang ini.
> Jumlahnya lebih dari cukup untuk membawa ibumu ke rumah sakit. Dan
> sekarang pulanglah ... '' Kata pria itu sambil menyerahkan uang dari
> dalam tas kerjanya.
> '' Saya tidak mengerti ...''
> '' Selama ini saya selalu memanjakan istri simpanan saya. Dia menikmati
> semua pemberian saya tapi dia tak pernah berterima kasih. Selalu
> memeras.. Sekali saya memberi maka selamanya dia selalu meminta. Tapi
> hari ini, saya bisa membeli rasa terima kasih dari seorang wanita yang
> gagah berani untuk berkorban bagi orang tuanya. Ini suatu kehormatan
> yang tak ada nilainya bila saya bisa membayar ...''
> '' Dan, apakah bapak ikhlas...? ''
> '' Apakah uang itu kurang? ''
> '' Lebih dari cukup, pak ... ''
> '' Sebelum kamu pergi, boleh saya bertanya satu hal? ''
> '' Silahkan ...''
> '' Mengapa kamu begitu beraninya ... ''
> '' Siapa bilang saya berani. Saya takut pak ...
> Tapi lebih dari seminggu saya berupaya mendapatkan cara untuk membawa
> ibu saya ke rumah sakit dan semuanya gagal. Ketika saya mengambil
> keputusan untuk menjual kehormatan saya maka itu bukanlah karena
> dorongan nafsu. Bukan pula pertimbangan akal saya yang `bodoh` ... Saya
> hanya bersikap dan berbuat untuk sebuah keyakinan .... ''
> '' Keyakinan apa? ''
> '' Jika kita ikhlas berkorban untuk ibu atau siapa saja, maka Tuhan lah
> yang akan menjaga kehormatan kita ... '' Wanita itu kemudian melangkah
> keluar kamar.
> Sebelum sampai di pintu wanita itu berkata:
> '' Lantas apa yang bapak dapat dari membeli ini ... ''
> '' Kesadaran... '' . . ..
> Di sebuah rumah di pemukiman kumuh. Seorang ibu yang sedang terbaring
> sakit dikejutkan oleh dekapan hangat anaknya.
> '' Kamu sudah pulang, nak ''
> '' Ya, bu ... ''
> '' Kemana saja kamu, nak ... ???''
> '' Menjual sesuatu, bu ... ''
> '' Apa yang kamu jual?'' Ibu itu menampakkan wajah keheranan. Tapi
> wanita muda itu hanya tersenyum ...
> Hidup sebagai yatim lagi miskin terlalu sia-sia untuk diratapi di tengah
> kehidupan yang serba pongah ini. Di tengah situasi yang tak ada lagi
> yang gratis. Semua orang berdagang. Membeli dan menjual adalah
> keseharian yang tak bisa dielakan. Tapi Tuhan selalu memberi tanpa
> pamrih, tanpa perhitungan ...
> '' Kini saatnya ibu untuk berobat ... ''
>
> Digendongnya ibunya dari pembaringan, sambil berkata: '' Tuhan telah
> membeli yang saya jual... ''.
> Taksi yang tadi ditumpanginya dari hotel masih setia menunggu di depan
> rumahnya.
> Dimasukannya ibunya ke dalam taksi dengan hati-hati dan berkata kepada
> supir taksi: '' Antar kami kerumah sakit ...''

Diambil dari millist

Tidak ada komentar:

Posting Komentar