Kamis, 26 Mei 2011

KEMATIAN



Badan pun tak berharga sesaat ditinggal nyawa
Anak isteri tercinta tak sudi lagi bersama

Secepatnya jasad dipendam
Secepatnya jasad dipendam
Karena tak lagi dibutuhkan
Diri yang semula dipuja
Kini bangkai tak berguna

Dari kamar yang indah kasur empuk tilam putih
Kini harus berpindah terkubur dalam perut bumi

Kalau selama ini diri berhiaskan
Emas intan permata bermandi cahaya
Tetapi kali ini di dalam kuburan
Gelap pekat mencekam tanpa seorang teman

Terputuslah pergaulan
Terbujurlah sendirian
Diri terbungkus kain kafan

Wajah dan tubuh indah yang dulu dipuja-puja
Kini tiada lagi orang sudi menyentuhnya

Jadi santapan cacing tanah
Jadi santapan cacing tanah
Sampai yang tersisa kerangka
Begitulah suratan badan
Ke bumi dikembalikan

Kebanyakan manusia terlena sehingga lupa
Bahwa maut ‘kan datang menjelang

HANYA SEGENGGAM SETIA



Lepaskanlah genggaman tanganmu
Pergilah dia menantimu
Jangan menangis
Janganlah kau menolehku lagi
Biarlah kumembawa hati
Jangan ditanya ke mana kupergi

Tidakkah engkau sadar siapa diriku ini
Bukan merak kayangan tapi gagak di rimba
Cuma yang ada segenggam setia
Akan kupertahankan untuk membahagiakanmu

Masih lagi aku terasa
Betapa hancurnya hatiku
Bila kau dipaksa bersama
Dengan si dia

Senyuman yang engkau ukirkan
Seakan mengundang sengsara
Kalau ku tahu kau tersiksa
Tak kan kulepaskanmu

Setelah kau tiada di sisi
Bagiku tiada cinta lagi selamanya
Di bibir ku lafazkan rela
Di hati terasa pedihnya
melepaskanmu....pilu hatiku

HANYA SATU PERSINGGAHAN



Di sini kasih pernah berbunga
Tiada harum tiada warna
Disini cinta pernah membara
Tanpa bahang dan tanpa apinya
Begini yang ku rasa
Hidup kita berdua

Disini langit mendung selalu
Tiada cahaya menyinari ku
Disini aku tiada terdaya
Mengikut kata tanpa bicara
Kerana engkau tahu
Aku tidak sepadan dengan mu

Hubungan kita suatu persinggahan
Bukan pengabdian yang rela
Pemergianku oh karena terpaksa
Demi hidup yang lebih sempurna

Anggaplah kehadiran ku
Hanya satu persinggahan
Aku tidak menjanjikan
Mahligai impian
Sebagaimana kau harapkan

Biarlah jauh dari pandangan
Daripada dekat penuh siksa
Biar berduka biar melara
Dari sengketa sepanjang masa
Janganlah engkau harap
Ku menghambakan diri

Nanti kau tau artinya sepi
Bagaikan pisau mengiris hati
Nanti kau tau artinya rindu
Bagai tertusuk duri sembilu

Batin akan tersiksa
Jasad pasti merana
olehnya......

Jumat, 20 Mei 2011

Laptop Blue Screen

Asslamualaikum all
seperti biasa dan biasanya saya cuma mau berbagi ma temen-temen semuanya.
begini all kan saya anak SMK dan saat ini saya lagi PKL all.
dan kebetulan jurusan saya KOMPUTER.
sewaktu saya PKL saya di tugasin sebagai IT HELPDESK.
nah kerjanya itu benerin komputer-komputer yang ngalamin trouble all.
nah ini saya dapet 1 trouble kaya gini,,,

ini sebuah laptop ketika booting seperti biasa dia gak mau masuk malah menunjukan layar blue screen kaya gini nie..


nah tadinya sih saya bingung mau gimana,namanya juga masih belajar all...hehe
yudah saya tanya ajah ma pembimbing..nah pembimbing saya bilang masuk lewat SAFEMODE
terus uninstall driver WLAN na..yudah saya coba ajah.
kaya gini nie..

biasanya kalo gak ada pas booting tekan F8 jah di keyboard kalian.
kalo udah selesai baru dah INSTALL lagi DRIVERNYA..
kalo saya sih kaya gitu baru bisa deh,
moga-moga kalian juga bisa deh.
sekian dulu yaa berbaginya,ntar kalo saya dapet lagi saya bagi-bagi lagi deh.
semoga postingannya bermanfaat ajah ya,THANKS

wassalamualaikum wr.wb

Tuhan Itu Ada


Assalamualaikum all
udah lama nie saya gak buat postingan sendiri soalnya lagi sibuk PKL,,,hehehe
lagian kemaren-kemaren saya juga bingung mau posting apa..
dan kali ini saya dapet sedikit cerita dari mana ya..??
kira-kira dari seseorang gitu ya...
langsung jah ya all,,begini ceritanya..

Ada kisah zaman dulu tentang orang atheist yang tidak percaya dengan Tuhan. Dia mengajak berdebat seorang alim mengenai ada atau tidak adanya Tuhan. Di antara pertanyaannya adalah: “Benarkah Tuhan itu ada” dan “Jika ada, di manakah Tuhan itu?”

Ketika orang atheist itu menunggu bersama para penduduk di kampung tersebut, orang alim itu belum juga datang. Ketika orang atheist dan para penduduk berpikir bahwa orang alim itu tidak akan datang, barulah muncul orang alim tersebut.

“Maaf jika kalian menunggu lama. Karena hujan turun deras, maka sungai menjadi banjir, sehingga jembatannya hanyut dan saya tak bisa menyeberang. Alhamdulillah tiba-tiba ada sebatang pohon yang tumbang. Kemudian, pohon tersebut terpotong-potong ranting dan dahannya dengan sendirinya, sehingga jadi satu batang yang lurus, hingga akhirnya menjadi perahu. Setelah itu, baru saya bisa menyeberangi sungai dengan perahu tersebut.” Begitu orang alim itu berkata.

Si Atheist dan juga para penduduk kampung tertawa terbahak-bahak. Dia berkata kepada orang banyak, “Orang alim ini sudah gila rupanya. Masak pohon bisa jadi perahu dengan sendirinya. Mana bisa perahu jadi dengan sendirinya tanpa ada yang membuatnya!” Orang banyak pun tertawa riuh.

Setelah tawa agak reda, orang alim pun berkata, “Jika kalian percaya bahwa perahu tak mungkin ada tanpa ada pembuatnya, kenapa kalian percaya bahwa bumi, langit, dan seisinya bisa ada tanpa penciptanya? Mana yang lebih sulit, membuat perahu, atau menciptakan bumi, langit, dan seisinya ini?”

Mendengar perkataan orang alim tersebut, akhirnya mereka sadar bahwa mereka telah terjebak oleh pernyataan mereka sendiri.

“Kalau begitu, jawab pertanyaanku yang kedua,” kata si Atheist. “Jika Tuhan itu ada, mengapa dia tidak kelihatan. Di mana Tuhan itu berada?” Orang atheist itu berpendapat, karena dia tidak pernah melihat Tuhan, maka Tuhan itu tidak ada.

Orang alim itu kemudian menampar pipi si atheist dengan keras, sehingga si atheist merasa kesakitan.

“Kenapa anda memukul saya? Sakit sekali.” Begitu si Atheist mengaduh.

Si Alim bertanya, “Ah mana ada sakit. Saya tidak melihat sakit. Di mana sakitnya?”

“Ini sakitnya di sini,” si Atheist menunjuk-nunjuk pipinya.

“Tidak, saya tidak melihat sakit. Apakah para hadirin melihat sakitnya?” Si Alim bertanya ke orang banyak.

Orang banyak berkata, “Tidak!”

“Nah, meski kita tidak bisa melihat sakit, bukan berarti sakit itu tidak ada. Begitu juga Tuhan. Karena kita tidak bisa melihat Tuhan, bukan berarti Tuhan itu tidak ada. Tuhan ada. Meski kita tidak bisa melihatNya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya.” Demikian si Alim berkata.
Sederhana memang pembuktian orang alim tersebut. Tapi pernyataan bahwa Tuhan itu tidak ada hanya karena panca indera manusia tidak bisa mengetahui keberadaan Tuhan adalah pernyataan yang keliru.

Berapa banyak benda yang tidak bisa dilihat atau didengar manusia, tapi pada kenyataannya benda itu ada?
Betapa banyak benda langit yang jaraknya milyaran, bahkan mungkin trilyunan cahaya yang tidak pernah dilihat manusia, tapi benda itu sebenarnya ada?
Berapa banyak zakat berukuran molekul, bahkan nukleus (rambut dibelah 1 juta), sehingga manusia tak bisa melihatnya, ternyata benda itu ada? (manusia baru bisa melihatnya jika meletakan benda tersebut ke bawah mikroskop yang amat kuat).
Berapa banyak gelombang (entah radio, elektromagnetik. Listrik, dan lain-lain) yang tak bisa dilihat, tapi ternyata hal itu ada.
Benda itu ada, tapi panca indera manusia lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya.

Kemampuan manusia untuk melihat warna hanya terbatas pada beberapa frekuensi tertentu, demikian pula suara. Terkadang sinar yang amat menyilaukan bukan saja tak dapat dilihat, tapi dapat membutakan manusia. Demikian pula suara dengan frekuensi dan kekerasan tertentu selain ada yang tak bisa didengar juga ada yang mampu menghancurkan pendengaran manusia. Jika untuk mengetahui keberadaan ciptaan Allah saja manusia sudah mengalami kesulitan,